Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels |
Mahasiswa merasa bahwa ada dosen yang mempersulit dirinya? Ini bukanlah sesuatu yang baru… Namun, kita perlu melihat dengan lebih teliti lagi seperti apa profil mahasiswa yang merasakan hal itu dan profil dosennya.
Ketika seorang mahasiswa tampil sebagai sosok yang bertanggung jawab dalam belajarnya, maka pertanyaan selanjutnya adalah apa motivasi dosen mempersulit mahasiswanya? Dalam hal apa seorang dosen mempersulit mahasiswanya? Saya akan berikan contoh berdasarkan pengalaman saya pribadi.
Beberapa orang mahasiswa datang menemui saya dan bertanya tentang soal latihan yang saya berikan. Saya harus menghargai mereka, karena tdak semua mahasiswa mau mengerjakan soal latihan.
Jadi, datang menemui dosen untuk menanyakan soal latihan setidaknya menunjukkan bahwa mereka punya motivasi belajar.
Saya cenderung tidak memberikan jawabannya, tetapi beberapa panduan dan bahan yang bisa dipelajari lebih lanjut.
Buat saya, tidak masalah berapa kali mereka datang karena saya punya jadwal khusus yang pasti bisa ditemui (kecuali ada agenda mendadak, misalnya harus ke RS).
Dengan menggali sendiri, maka seorang mahasiswa akan punya pemahaman yang lebih baik.
Beberapa di antara mereka ada yang dengan semangat mencari dan mempelajari materi yang saya berikan. Bahkan ada yang datang menemui saya lagi beberapa hari kemudian untuk menanyakan hal yang kurang jelas. Sisanya? Tidak pernah kembali dan 'katanya' menggerutu karena saya dianggap mempersulit mahasiswa.
Kalau diselidiki lebih jauh lagi, sebenarnya mereka ingin saya memberikan langsung jawabannya, bukan memberikan arahan. OK, kita beda pendekatan…. tetapi saya punya alasan tersendiri, sebagaimana saya tuliskan di atas.
Mahasiswa punya tanggung jawab untuk belajar. Jika saya memberikan jawaban langsung, maka tidak ada aspek belajar sama sekali. Saya tidak percaya seseorang bisa belajar konsep dari beberapa soal yang sudah ada jawabannya.
Saya tidak punya keinginan untuk membuat mereka tergantung pada saya. Justru ketika memberikan arahan, saya mendorong mereka untuk menjadi pembelajar yang mandiri, sehingga bisa belajar tanpa perlu bantuan saya lagi di masa yang akan datang.
Kembali ke pertanyaan awal…
Sebenarnya, contoh di atas sudah menunjukkan bahwa di mata mahasiswa yang merasa saya persulit, ada keinginan yang tidak tercapai. Setidaknya, mereka ingin jawaban langsung karena tidak ingin membaca berbagai bahan yang saya berikan.
Contoh lain, saya pernah dipercaya menjadi kepala sebuah kantor yang berurusan dengan mahasiswa. Jadi, semua kegiatan mahasiswa harus melewati kantor tersebut.
Suatu saat ada kegiatan yang saya pertanyakan efektivitasnya sehingga panitia datang menemui saya. Saat itu, saya menanyakan beberapa hal yang tidak dapat dijawab.
Keputusan saya, selama saya belum mendapatkan jawaban tersebut, maka kegiatan tidak dapat dilakukan. Menariknya, beberpaa hari kemudian mereka curhat ke dosen lain yang adalah teman baik saya. Teman saya ini berkata kepada mereka, bahwa adalah wajar jika saya tidak meloloskan kegiatan tersebut karena pertanyaan esensial yang diajukan belum dijawab.
Jadi, teman saya itu menyarankan agar mempersiapkan jawaban yang ditunggu. Selain itu, dia juga mengatakan bahwa apa yang mereka alami itu bukanlah situasi dosen yang sedang mempersulit mahasiswa.
Dosen yang mempersulit mahasiswa tidak punya keuntungan apa-apa, kecuali dia ingin tampil sebagai pribadi yang ditakuti. Lihat saja profil sehari-harinya. Jika beliau adalah orang yang mudah ditemui, ramah dengan banyak orang, kadang duduk semeja dnegan mahasiswa ketika makan di kantin, dll., maka sepertinya beliau bukanlah orang yang ingin tampil sebagai pribadi yang ditakuti dan dihormati.
Akan menjadi berbeda ketika dosen yang dianggap mempersulit itu tampil garang, menjaga jarak dengan mahasiswa, dll., maka kemungkinan besar ada sesuatu dibalik sikapnya yang dianggap mempersulit mahasiswa.
Sumber : https://qr.ae/pG3B8Y/